Senin, 02 Januari 2017

Teori Belajar



Teori Belajar
1.     Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental.
Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
2.      Teori Kognitivisme
Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasan dari behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati. Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar.
Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.

3.      Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”.
Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realistis.
Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi terbuka terhadap pandangan orang lain Hal ini juga memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan inkonsistensi karena dengan belajar kita bisa mendapatkan hasil terbaik. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
PERBEDAAN TEORI BELAJAR
Dari uraian dan penjelasaan diatas sangat jelas perbedaannya dari setiap teori belajar, tiga teori tersebut memiliki ciri khas atau penekanan masing-masing dalam proses belajarnya.
Pembahasan tentang teori belajar yang telah dipaparkan di atas, memberikan pandangan untuk dapat memberikan kesimpulan tentang poin – poin yang telah dibahas antara lain: belajar sebagai kegiatan siswa jika dipandang dari teori-teori tersebut adalah perubahan tingkah laku (behavioristik), untuk mempelajari proses mental, bagaimana cara berfikir, mengingat, merasakan dan belajar (kognitif), dan mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu (kontruktivisme).
Dari ketiga teori tersebut jika digabungkan maka sesuai dengan apa yang sampaikan oleh UNISCO bahwa untuk meningkatkan atau memajukan manusia harus dengan sistem pendidikan yang mengacu pada, belajar bekerja (learning to do), belajar mengetahui (learning to know), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama (learning to live together).
Tiga teori tersebut meiliki tujuannya masing-masing yang digunakan dalam proses belajar.  menurut saya perbedaan dari tiga teori yang sudah saya kaji terlebih dahulu yaitu teori belajar behaviorisme menekankan pada stimulus dan respon dalam pembentukan perilaku, setiap perilaku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, menekankan pada perubahan perilaku yang teramati.
Jadi sangat jelas teori behaviorisme menekankan kepada perubahan tingkah laku yang dimiliki sesorang yang dapat dilihat dari proses belajarnya. Sedangkan teori belajar kognitivisme Menekankan pada perubahan atau proses-proses mental dan perilaku tidak kasat mata.teori kognitivisme mengutamakan pengetahuan (otak), siswa belajar bagaimana cara nya memproses dan menyimpan informasi atau pelajaran yang sangat penting dalam proses belajar. Dan teori belajar kontruktivisme mengutamakan siswa harus aktif dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memberikan pendapat-pendapat nya. Di sini guru sebagai fasilisator yang memeberikan kesempatan sepenuhnya kepada siswa.














Sumber

Anonim a, 2016. “Pengertian Teori dan Belajar”, (online), (http://www.kata-bijak.web.id/2015/03/pengertian-teori-dan-belajar-serta.html diakses pada tanggal 10 Otober 2016).

 

S. Fajar, 2016. “Teori Belajar”, (online), (teori belajar pdf diakses pada tanggal 10 oktober 2016)


TUJUH REVOLUSI MENTAL



TUJUH REVOLUSI MENTAL
1.      Dari PASIF Menjadi AKTIF
Apakah anda sering merasa ingin melakukan sesuatu, tetapi tidak memiliki kebenranian untuk melakukannya? Apakah anda selalu menunggu orang lain atau sesuatu untuk “Mendorong” anda sebelum bertindak? Menjadi telalu pasif akan mencegah anda menjalani hidup yang anda idamkan. Berikut beberapa cara untuk mengatasi sikap pasif dan menjadi aktif menjalani hidup anda.
a.       Jangan berpikir anda tidak bisa melakukannya
b.      Buat hidup anda tidak membosankan
c.       Bersikap lebih positif
d.      Percaya dirilah
e.       Menjadi lebih disiplin

2.      Dari PESIMIS Menjadi OPTIMIS
Untuk sukses merubah sikap anda sangat bergantung pada perubahan pola pikir (mindset), dan untuk sukses merubah pola pikir bergantung pada apakah anda sungguh –sungguh atau tidak ingin berubah. Berubah dari pesimis menjadi optimis bisa saja sulit,tetapi hasilnya anda akan memiliki hidup yang lebih cerah dan lebih nikmat. Berikut  beberapa langkah efektif merubah  dari pesimis menjadi optimis.
a.       Hadapi kekurangan anda
b.      Tanya teman atas sikap anda
c.       Berhenti fokus pada diri sendiri
d.      Berteman dengan orang yang optimis
e.       Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat


3.      Dari MENGELUH  Menjadi FOKUS PASA SOLUSI
Bukan rahasia lagi bahwa dalam masyarakat kita tumbuh subur kebiasaan mengeluh dang merengek. Lihat saja protes dan demo yang marak dimana-mana, mengeluhkan ini dan itu. Bahkan bilapun ekonomi kita baik tetap banyak  orang  yang bersikap negatif, merengek, mengeluh dan menggerutu. Ini karena mengeluh menjadi kebiasaan banyak orang. Dengan adanya revolusi mental, mari kita mulai gerakan “No Complain,  Action Instead” atau dengan kata lain “Stop Mengeluh, Ayo Beraksi”. Berikut beberapa cara untuk mengatasi kebiasaan mengeluh dan menggantikannya dengan perbuatan yang lebih positif.
a.       Berlatih bersyukur
b.      Hargai diri anda
c.       Berorientasi tindakan
d.      Layani orang lain
e.       Ubah sesuatu menjadi lebih baik

4.      Dari MALAS-MALASAN Menjadi GIAT BEKERJA
Bermalas-malasan bisa jadi merupakan cara hidup yang palik tidak sehat. Mungkin yang paling buruk dari segalanya, adalah orang yang bermalas-malasan sangat mudah terperangkap dalam pola menjadi malas akut, terus-terusan, dan tidak punya motivasi.  Bagaimana anda mengelola waktu dan apa yang anda kerjakan dengan waktu saat ini akan mempengaruhi hidup anda kemudian. Jadi bacalah beberapa tips di bawah ini bagaimana menghentikan sikap malas dan mulai lebih produktif.
Berikut  beberapa cara untuk mengatasi sikap malas dan menjadi lebih giat, lebih produktif.
a.       Tubuh, pikiran , dan semangat
b.      Bangun Krangka Berpikir yang Benar

c.       Buat Prioritas Waktu
d.      Hargai Waktu Anda

5.      Dari MUDAH MENYERAH Menjadi PANTANG MENYERAH
Pepatah  bijak mengatakan “Gagal itu kalau anda Berhenti”. Jadi kalau anda tidak berhenti berarti Tidak Gagal. Karena itu ada pepatah juga mengatakan “Gagal itu adalah Sukses yang Tertunda”. Benarkah sukses itu adalah ketika HASIL yang dicapai sama atau  lebih besar daripada TARGET yang direncanakan?
Ikuti pembahsan dibawah ini agar anda bisa Pantang Menyerah, melalui 3 topik berikut
a.       Belajar dari The Death Crawl
“Bagaimana seseoarang bisa mencapai hasil yang luar biasa, bahkan melampaui kemampuan  dirinya yang dia ketahui selama ini”
b.      Sepuluh Langkah Menjadi Pantang Menyerah
c.       Gagal=Sukses
Gagal adalah kesuksesan yang tertunda karena dari kegagalan itu kita bisa mengambil pelajaran untuk kedepannya agar bisa lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan atau melakukan sesuatu.

6.      Dari BEROTIENTASI HASIL Menjadi BERORIENTASI PROSES
Untuk bisa maju, jangan anda berorientasi pada hasil, kalimat tersebut mungkin bagi banyak orang kelihatannya aneh. Jika anda hanya fokus pada hasil yang ingin dicapai, maka otak anda hanya berpikir pokoknya hasil harus diperoleh bagaimanup caranya. Akibatnya orang bisa kebilinger menghalalkan segala cara. Dan bila cara yang tidak halal yang dipakai tentu saja akan banyak merugikan orang lain, bukan saja merugikan lawan atau pesaingnya, tetapi juga masyarakat konsumen yang harusnya memperoleh “tontonan” atauhasil karya yang bermutu.
7.      Dari PENONTON Menjadi PELAKU
Memang menyedihkan kalau sampai sekarang kita hanya bisa menjadi penonton dari pesta kemajuan dunia yang marak disana-sini. Hampir di segala bidang kita hanya bisa melihat gelap gempita dan sorak sorai dunia mengeluelukan para jawara, dan sayangnya kita sering terbuai dengan nikmatnya sebagai pengguna hasil para kampiun itu.
Contoh nyata bisa dilihat di dunia internet, Indonesia menduduki ranking ke 3 terbanyak dunia ranking ke 3 terbanyakdunia pengguna Facebook dan kebanyakan  penikmat layanan yang disesiakan oleh sosmed itu dengan TIDAK PRODUKTIF. Contoh lain bisa dilihat hampir setiap kali ada kompleks perumahan dibangun maka dibuatlah ruko berderet-deret yang nanti akan menjadi etalase barang impor (yang sebenarnya tidak selalu bermutu juga) dan kita akan menjadi pembeli yang mengkonsumsi tanpa perlu bersalah.















Daftar  Pustaka



Jenis-jenis Anak Kebutuhan Khusus (ABK)




Jenis-jenis Anak Kebutuhan Khusus (ABK)
Menelaah kata “berkebutuhan khusus” membuat kita sering kali langsung terjebak pada gambaran perbedaan, kesulitan, hambatan maupun gangguan yang bersembunyi di baliknya.hakikat sebenarnya adalah setiap individu memang tidak dapat kita samakan, individu tumbuh dan berkembang dengan keunikan masing-masing disertai kebtuhan khusus khas yang tiap individu berbeda kepastiannya tanpa harus selalu kita maknai dengan hal yang akan “menyulitkan”, termasuk untuk kebutuhan khusus anak-anak  yang dulu lebih dikenal sebagai anak cacat.
Sebelum kita membahas tentang jenis-jenis ABK, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Anak Kebutuhan Khusus (ABK). Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. (Rochman Mif di 07.42 Jumat, 04 Oktober 2013)
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, adapun jenisnya adalah sebagai berikut :
1.      Tunanetra
            Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh  atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
b. Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.
c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
d. Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan.
e. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering.
f. Tidak mampu melihat.                          
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata.
h. Mata bergoyang terus.
2. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut:
a. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
b. Banyak perhatian terhadap getaran.
c. Terlambat dalam perkembangan bahasa
d. Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara,
e. Terlambat perkembangan bahasa,
f. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
g. Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara,
h. Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton,

3. Tunalaras
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:
a. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
b. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
c. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

4. Tunagrahita atau down syndrome
Tunarahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mentalintelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikam khusus. Ketunagrahitaan mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata. Para tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya.
Ciri-ciri fisik dan penampilan anak tungrahita:
1) Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3) Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
4) Kordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)

5. Tunadaksa
            Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak [tulang, sendi, otot]. Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk meningkatkan fungsinya diperlukan program dan layanan pendidikan khusus. Peristilahan dalam kelumpuhan dibagi menurut daerah kelumpuhannya. Kelumpuhan sebelah badan disebut hemiparalise, kelumpuhan kedua anggota gerak bawah disebut paraparalise.
Ciri-ciri anak tunadaksa dapat di lukiskan sebagai berikut:
a)      Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
b)      Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
c)       Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali, bergetar)
d)      Terdapat cacat pada anggota gerak,
e)       Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh,

6. Cerebral palsy
Gangguan / hambatan karena kerusakan otak (brain injury) sehingga mempengaruhi pengendalian fungsi motorik.

7. Gifted
Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal).

8. Autistis atau autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

9. Asperger Disorder atau AD
Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya. Bedanya, gangguan pada anak Asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering disebut dengan istilah High-fuctioning autism.
Adapun hal-hal yang paling membedakan antara anak Autisme dan Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya. Kemampuan bahasa bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme. Intonasi bicara anak asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung murung dan berbicara hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Kecerdasan anak asperger biasanya ada pada great rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori. Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama latin.

10. Rett’s Disorder
Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami kemuduran sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara secara tiba-tiba. Koordinasi motoriknya semakin memburuk dan dibarengi dengan kemunduran dalam kemampuan sosialnya. Rett’s Disorder hampir keseluruhan penderitanya adalah perempuan. 

11. Attention deficit disorder with hyperactive atau ADHD
ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang diberikan kepadanya.
Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.

12. Lamban belajar atau slow learner
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespons rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

 13. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).

























Data Anak Kebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia

1.      Indonesia memang belum punya data yang akurat dan spesifik tentang berapa banyak jumlah anak berkebutuhan khusus. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah anak berkebutuhan khusus yang berhasil didata ada sekitar 1,5 juta jiwa.
Namun secara umum, PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah yaitu 5 - 14 tahun ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. (Putro Agus Harnowo – detikHealth/Rabu, 17/07/2013 18:42 WIB)
2.      Ramadhani (hasil wawancara) menyebutkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sudah mencapai 1,4 juta orang pada tahun 2014.
3.      “Seperti diketahui, penyandang disabilitas anak/ABK di Indonesia sebanyak 532,13 ribu jiwa (0,63 persen) dari seluruh anak Indonesia,” ujarnya di Banjarmasin, Senin (12/10).
Perbandingan, menurut jenis kelamin, anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan yaitu 285,33 ribu (0,66 persen) anak perempuan 246,81 ribu (0,60 persen).
Sementara proporsi penyandang anak disabilitas/ABK terhadap total anak di Kalsel pada 2012 untuk di perkotaan laki-laki sebanyak 0,88 dan perempuan 0,28. Di pedesaan laki-laki sebanyak 1,36 dan perempuan 0,31. Di perkotaan tambah pedesaan jumlah keseluruhan sebanyak 0,74. (Sumber: infopublik.id)





Sumber
Rita Jordan, Educating of Children and Young People With Autism. Birmingham. University. United Kingdom. 1977.
Yuwono Imam, Utomo,. (2015). Pendidikan Inklusif. Pustaka Banua
Budi. (2013). Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus Ciri-Ciri dan Terapinya. (Online) (https://simomot.com/2016/09/01/jenis-jenis-anak-berkebutuhan-khusus-ciri-ciri-dan-terapinya/). Diakses pada tanggal 6 Agustus 2016