Teori Belajar
1. Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.Behaviorisme dari kata behave
yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan
pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa
perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan
penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental.
Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme
terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan
untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian
internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons
terhadap berbagai tipe stimulus. Teori
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
2.
Teori Kognitivisme
Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak
muncul kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasan dari behaviorisme
dalam menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar
psikologi waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons
dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati. Kognitivis
mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia
memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar.
Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang
menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan
behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan
eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar
psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental
yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan
pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan
membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.
3.
Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme memandang belajar sebagai
proses di mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun
gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah
dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, ”belajar
melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh
dirinya sendiri”.
Dengan demikian, belajar menurut
konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan
internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya
seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak sebagai
fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan
mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realistis.
Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita
mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi terbuka terhadap pandangan
orang lain Hal ini juga memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan
inkonsistensi karena dengan belajar kita bisa mendapatkan hasil terbaik.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih
paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka
akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu
siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep.
PERBEDAAN TEORI BELAJAR
Dari uraian dan penjelasaan diatas sangat jelas
perbedaannya dari setiap teori belajar, tiga teori tersebut memiliki ciri khas
atau penekanan masing-masing dalam proses belajarnya.
Pembahasan tentang teori belajar yang telah dipaparkan di
atas, memberikan pandangan untuk dapat memberikan kesimpulan tentang poin –
poin yang telah dibahas antara lain: belajar sebagai kegiatan siswa jika
dipandang dari teori-teori tersebut adalah perubahan
tingkah laku (behavioristik), untuk
mempelajari proses mental, bagaimana cara berfikir, mengingat, merasakan dan
belajar (kognitif), dan mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau
konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu
(kontruktivisme).
Dari ketiga teori tersebut jika digabungkan maka sesuai
dengan apa yang sampaikan oleh UNISCO bahwa untuk meningkatkan atau memajukan
manusia harus dengan sistem pendidikan yang mengacu pada, belajar bekerja
(learning to do), belajar mengetahui (learning to know), dan belajar menjadi
diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama (learning to live
together).
Tiga teori tersebut meiliki tujuannya masing-masing yang
digunakan dalam proses belajar. menurut
saya perbedaan dari tiga teori yang sudah saya kaji terlebih dahulu yaitu teori
belajar behaviorisme menekankan pada stimulus dan
respon dalam pembentukan perilaku, setiap perilaku dapat dipelajari, tingkah
laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, menekankan pada perubahan
perilaku yang teramati.
Jadi sangat jelas teori
behaviorisme menekankan kepada perubahan tingkah laku yang dimiliki sesorang
yang dapat dilihat dari proses belajarnya.
Sedangkan teori belajar kognitivisme Menekankan pada perubahan atau proses-proses mental dan perilaku tidak
kasat mata.teori kognitivisme mengutamakan pengetahuan (otak), siswa belajar bagaimana cara nya memproses
dan menyimpan informasi atau pelajaran yang sangat penting dalam proses
belajar. Dan teori belajar kontruktivisme mengutamakan siswa harus aktif dan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk memberikan pendapat-pendapat nya. Di
sini guru sebagai fasilisator yang memeberikan kesempatan sepenuhnya kepada
siswa.
Sumber